Minggu, 08 April 2012

Cheng Beng di Tanah Gocap

Penulis dan Foto : Tan Sudemi

Setiap bulan April di minggu pertama umat Ru Jiao (Agama Khonghucu) dan Buddha melaksanakan ibadah Cheng Beng, istilah Cheng Beng diambil dari bahasa Hokkian dan Qing Ming istilah bahasa Han atau Mandarin, yang berarti terang dan cerah gemilang. Cheng Beng tahun 2012 jatuh pada tanggal 4 April.

Sebelum melaksanakan may bong (ziarah makam), keluarga akan melaksanakan tee choa atau mermbersihkan makam, rumput dan alang-alang dipotong, batu nisan dan sekelilingnya di sikap bersih dengan air dan sabun serta tulisan batu nisan di cat kembali. Di Tangerang beberapa pemakaman umum khususnya untuk umat Ru Jiao dan Buddha berada Tanah Gocap dan Tanah Cepe (Wilayah Karawaci) yang dikelola oleh Perkumpulan Boen Tek Bio serta Rawakucing, Curug, Cikupa dan daerah sekitarnya. Namun ada juga melaksanakan Cheng Beng di penitipan rumah abu. Di Tangerang terutama masyarakat Tionghoa Benteng, ada tradisi yang berbeda dengan daerah lain, saat berziarah mereka akan membawa makanan berupa ketupat sayur dan kue lepet. Setiap bulan April Perkumpulan Boen Tek Bio – Kota Tangerang yang mengelola pemakaman Tanah Gocap dan Tanah Cepe menyelenggarakan ibadah Cheng Beng yang diwakili dari dua agama yakni Ru Jiao dari Khongcu Bio beserta siswa-siswi Perguruan Setia Bhakti dan umat Buddha melaksanakan ibadah do’a suci secara bergantian dari pemuka agama masing-masing untuk mereka yang telah meninggal di Tanah Gocap, karawaci Kota Tangerang, ibadah yang lengkap dengan sajian samseng dan sajian-sajian lainnya. Selesai ritual keagamaan dilaksanakan, petugas dari Boen Tek Bio mumukul tambur pertanda ibadah keagamaan sudah selesai dan makanan yang sajikan di atas meja diperebutkan oleh warga.

Cheng Beng memiliki kisah dan tradisi ribuan tahun di Negeri Tiongkok, jauh sebelum kelahiran Nabi Kong Zi, peletak dasar Ru Jiao. Kisah ini di mulai dari Kai Cu Chui. Adalah seorang pangeran yang karena difitnah terpaksa meninggalkan istana. Selama pembuangan dan pengembaraan yang panjang diantara pengikut pangeran itu terdapat seorang menteri yang setia. Begitu setianya shingga pernah memotong daging pahanya untuk santapan sang pangeran. Sayangnya ketika pangeran jadi raja, Kai Cu Chui, namun pengikut setia terlupakan. Raja yang kemudian diingatkan hal itu akhirnya mengerahkan rakyatnya untuk mencarinya. Karena tak berhasil ia pun memerintahkan untuk membakar hutan agar pengikut setianya keluar. Tragisnya, orang yang dicari-cari itu ditemukan dalam keadaan terpanggang sambil memeluk ibunya yang telah tua. Raja yang bersedih akhirnya memerintahkan rakyat untuk tidak menyalakan api satu hari sebelum Cheng Beng sebagai tanda duka. Karenanya ceng beng juga disebut hari raya makan sajian dingin.

Keharusan mengunjungi makam keluarga di hari Cheng Beng merupakan wujud bakti seorang anak terhadap orang tua dan leluhurnya. Menurut ajaran Khonghucu bakti diwujudkan selama hidup dan sesudah meninggal, karena dianggap kebajikan paling utama. Anak yang berbakti (u hauw) akan diberkhi Tian, Tuhan Yang Maha Esa sebaliknya anak durhaka (put hauw) anak yang berdosa karena melupakan jasa-jasa orang tua.


Tee Choa menjelang Cheng Beng
di Tanah Gocap - Karawaci Kota Tangerang




Persembahyangan Cheng Beng Oleh Pemuka Agama Khonghucu

Pembacaan Do'a Suci Cheng Beng


Do'a Suci Cheng Beng Dipanjatkan

Penghormatan terhadap para almarhum dan almarhumah

Pemanjatan Paritta Suci oleh Pemuka Agama Buddha

Warga yang menyaksikan Persembahyangan Cheng Beng Di Tanah Gocap

Sesaji Yang Diperuntukkan Persembahyangan Cheng Beng

Tambur di Pukul Petanda Selesai Persembahyagan Cheng Beng



Warga berebut Sesaji Makanan



Ketupat Sayur makanan khas Cheng Beng

Kue Lepet Makanan Khas Cheng Beng


Tidak ada komentar:

Posting Komentar